Headline

Bendungan Bener Purworejo, Antara Proyek Strategi Nasional dan UU Cipta Kerja

Penolakan pengukuran bakal tambang Andesit dan Bendungan Bener, sebagai duduk perkara dalam kasus di Desa Wadas yang terjadi saat ini, menjadi sorotan berbagai pihak. Bukan lagi soal sikap represif aparat kepada warga, melainkan seperti apa undang-undang yang mengatur soal dua proyek ini.

Baca juga: Puluhan Warga Ditangkap, Begini Kronologi Pengepungan Desa Wadas

Batuan Andesit yang disebut-sebut tersimpan di tanah Wadas, nantinya akan diambil dan digunakan sebagai bahan pembangunan untuk Bendungan Bener, yang juga terletak di kawasan tersebut.

Ini bukan proyek dadakan, melainkan sudah tercatat dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, yang ditandatangani oleh Presiden RI dan Menkumham pada 20 Juli 2018.

Proyek Bendungan Bener sendiri berada di urutan ke-159 dari 227 Proyek Strategis Nasional (PSN). Diketahui, PSN ini merupakan turunan atau bagian dari UU Cipta Kerja yang juga telah disahkan pada 5 Oktober 2020 lalu, meski mendapat penolakan dari masyarakat dan sejumlah pihak.

Baca juga: Mengenal Tambang Andesit dan Calon Bendungan Bener, Duduk Perkara Konflik Desa Wadas

UU Cipta Kerja tersebut akan berjalan dengan mempermudah pengadaan dan alih fungsi lahan untuk PSN yang sudah terjadwal. Salah satu di antaranya adalah PP Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian. Dalam pasal 103 ayat 2 disebutkan bahwa, “Untuk kepentingan umum dan/atau proyek strategis nasional, lahan budidaya pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialihfungsikan”.

PSN yang dimaksud dalam pasal tersebut, meliputi jalan umum, waduk, bendungan, irigasi, saluran air minum atau air bersih, drainase dan sanitasi, bangunan pengairan, pelabuhan, Bandar udara, stasiun, dan jalan kereta api, terminal, fasilitas keselamatan umum, cagar alam, dan pembangkit dan jaringan listrik.

Merujuk pada pasal tersebut, tentu saja pemerintah memiliki hak untuk mengalihfungsikan lahan yang dimaksud, untuk membangun fasilitas publik yang masih akan rampung beberapa tahun ke depan.

Sementara untuk masyarakat yang berkedudukan di wilayah tersebut, juga akan mendapat ganti rugi sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Pada aturan tersebut, pemilik tanah atau masyarakat akan mendapat ganti rugi dalam berbagai bentuk, seperti uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, kepemilikan saham atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

Namun sayangnya, diketahui dari 617 bidang lahan yang akan dibebaskan, di antaranya 346 menyetujui pembebasan lahan, 173 masih ragu-ragu, dan 98 bidang menolak. Ketidakmerataan persetujuan inilah, yang kemudian memancing polemik di antara kedua belah pihak dalam kasus di Desa Wadas ini.

Baca juga: 63 Orang Ditangkap, Ini Daftar Sementara Warga yang Sudah Teridentifikasi

Di sisi lain, terlepas dari semua itu, UU Cipta Kerja yang dianggap sebagai payung dari aturan-aturan ini, baru saja ditangguhkan keberadaannya oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 25 November 2021 lalu.

Undang-undang yang baru berjalan kurang lebih satu tahun itu, dianggap oleh MK bertentangan dengan UUD 1945. Sehingga dalam putusannya, MK menyebut bahwa UU Cipta Kerja tersebut harus dibatalkan atau diberi waktu perbaikan selama 2 tahun.

Merujuk pada putusan MK ini, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) kemudian mengaitkannya dengan tragedi Desa Wadas. Dalam keterangannya menyebutkan, bahwa seharusnya pemerintah bisa menunda terlebih dahulu PSN ini. Mengingat, undang-undang yang dijadikan rujukan tersebut telah dianggap bermasalah oleh MK.

“Kegiatan pengadaan tanah untuk quarry Bendungan Bener mustinya dihentikan sebagaimana seluruh PSN yang harus ditangguhkan terlebih dahulu. Kegiatan untuk PSN yang menyandarkan pada UU Cipta Kerja ditangguhkan berdasarkan Putusan MK nomor 91/PUU-XVIII/2020. Presiden harus mampu menunjukkan sikap patuh terhadap hukum,” kata Fanny Tri Jambore, Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi. (AKM/L44)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *