Aktivis Sekaligus Rapper Perempuan Afghanistan Tuntut HAM ke PBB
Sonita Alizadeh, aktivis sekaligus rapper perempuan Afghanistan, mendesak pemimpin dunia agar tidak tertipu janji palsu Taliban. Alizadeh menuntut pembelaan hak asasi manusia, terutama hak perempuan dan anak di tangan rezim Taliban yang kini berkuasa kepada para pemimpin dunia. Kamis (23/9).
“Apa yang tersisa dari rakyat kita? Dan apa yang tersisa dari pencapaian 20 tahun (pendudukan AS)? Jangan tertipu oleh topeng yang ditampilkan Taliban di berita-berita. Kita tidak punya waktu.” tegas Alizadeh dalam forum virtual pada pertemuan Majelis Umum PBB Ke-76.
Saat kekuasaan Taliban berlangsung 1996-2001 lalu, mereka menetapkan aturan ketat Hukum Islam, seperti melarang perempuan untuk bekerja dan sekolah. Taliban juga memberlakukan hukuman cambuk dan memukul para pelanggar di hadapan publik.
Di sisi lain, Taliban berjanji akan lebih terbuka dan melindungi hak perempuan pada masa pemeritahannya. Namun, banyak pihak menganggap itu hanya janji manis demi mendapat pengakuan internasional.
Dua dekade lalu saat Taliban berkuasa di Afghanistan, Alizadeh dan keluarganya kabur. Hal ini dilatarbelakangi oleh perlakuan dan kekangan Taliban terhadap kaum perempuan. Dia pun meminta komunitas internasional untuk tidak mengakui rezim Taliban dan terus menjamin perlindungan HAM.
“Sepertinya kita semua tahu apa yang harus dilakukan. Tetapi pertanyaannya, siapa yang akan mengambil tindakan kali ini,” ungkap Alizadeh dikutip dari Reuters.
Sementara itu Komisaris Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet, menuturkan ada ketakutan yang nyata dan gamblang di kalangan perempuan Afghanistan terkait kemungkinan penindasan brutal dan sistemik Taliban akan berulang.
Berlawanan dengan kekhawatiran dunia internasional, Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB, justru mendorong negara-negara untuk menjalin hubungan dengan Taliban.
Menurutnya, hal itu menjadi satu-satunya cara untuk menekan Taliban supaya bisa menepati janjinya mengenai pemenuhan HAM dan pemerintahan yang inklusif. (AK/L44)
